BAB 1
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang Masalah
Ada cukup banyak
gejala gejala gangguan mental atlit yang dapat menyebabkan merosotnya prestasi
atlit, atau setidaknya merupakan hambatan sehingga mengganggu perkembangan
atlit dalam upaya mencapai prsetasi setinggi-tingginya.
Dalam makalah
ini akan dibicarakan lima
gangguan mental yang sering sekali dihadapi opara pelatih dan atlit di
lapangan. Seperti rasa emosi dan
Ringelmann Effect. Mental
merupakan daya penggerak dan pendorong untuk mengejawantahkan kemampuan fisik,
teknik dan taktik atlit dalam melaksanakan aktivitas olahraga. Mental atlit
merupakan aspek yang abstrak, dimana sulit untuk ditangkap dengan panca indra,
apalagi diteliti perkembangan maupun dinilai hasil pembinaannya.
B. Identifikasi
Masalah
1) Dapat
mengetahui gejala-gejala emosi, stalaness dan
Ringelmann Effect.
2) Dapat
mengerti akan gejala-gejala tersebut.
3) Dapat
mencari solusi dari gejala-gejala tersebut.
4) Dapat
membedakan antara emosi, stalaness dan
Ringelmann Effect.
C. Tujuan
1) Menambah
pengetahuan akan gejala-gejala mental dalam olahraga
2) Dapat
menghindari diri dari gejala tersebut
3) Menjadi
bekal di masa tertentu dalam proses mengajar.
BAB 2
PEMBAHASAN
A.
EMOSI
Hal yang
paling sulit dilakukan oleh sebagian besar orang adalah mengalahkan musuh
terbesar mereka yaitu diri sendiri. Jika seseorang sudah dapat mengalahkan dan
mengendalikan diri sendiri, berarti seseorang itu sudah mencapai tahap
kecerdasan spiritual yang tinggi. Mengalahkan dan mengendalikan diri sendiri
bukanlah sebuah peristiwa, tetapi sebuah kebiasaan dan kedisiplinan yang harus
dilakukan setiap hari.
Kata emosi
adalah kata serapan dari bahasa inggris, yakni ‘emotion’. Dalam kamus, kata
‘emotion’ digunakan untuk menggambarkan perasaan yang kuat akan sesuatu dan
perasaan yang sangat menyenangkan atau sangat mengganggu. Pandangan sistematis
yang pertama kali adalah pandangan dari Darwin yang mendefinisikan emosi
sebagai mekanisme untuk adaptasi dan mempertahankan hidup oleh individu.
Definisi Emosi Berdasarkan Kamus Bahasa Melayu (1994), emosi bermaksud perasaan
pada jiwa yang kuat (seperti sedih, marah dan lain-lain). Oxford Advanced
Learners’ Dictionary (1995), menyatakan emosi sebagai perasaan yang kuat dan
berbagai jenis (kasih sayang, keriangan, benci, takut, cemburu, keseronokan
atau gangguan pada perasaan). The Oxford Dictionary of Current English (1986)
menyatakan emosi sebagai perasaan yang kuat dari dalam terutamanya daripada
aspek mental atau naluri, seperti kasih sayang ataupun takut. Oleh itu, emosi
adalah satu ciri jiwa manusia yang mempamerkan perasaan-perasaan kuat yang
berpunca daripada psikologi (mental) seseorang dan emosi dapat berlaku secara
naluri bergantung pada situasi.
Definisi
menurut para ahli tentang emosi itu banyak sekali tetapi dapat ditarik lima
benang merah diantara definisi emosi itu, yakni emosi dipicu oleh interpretasi
seseorang terhadap suatu kejadian, adanya reaksi fisiologis yang kuat, ekspresi
emosionalnya berdasarkan pada mekanisme genetika, merupakan informasi dari satu
orang ke yang lainnya, dan membantu seseorang beradaptasi terhadap perubahan
situasi lingkungan.
Situasi yang
sama belum tentu akan menghasilkan emosi yang sama karena tergantung pemaknaan
terhadap situasi tersebut. Melalui emosi, seseorang menyampaikan maksud pada
orang lain. Takut yang dialami seseorang sebagai informasi bahwa ia tidak mau
melakukan sesuatu. Marah yang dialami merupakan informasi bahwa ia tidak suka
diperlakukan seperti perlakuan yang sudah diterimanya. Pendek kata, melalui
emosi kita tahu apa yang telah terjadi.
Kemunculan
emosi biasanya spontan, tidak disadari dan tanpa diniatkan. Tiba-tiba saja Anda
mengalami emosi tertentu. Anda baru sadar mengalami sebuah emosi setelah emosi
itu Anda alami.
Emosi dan
perasaan (emotion & feeling). Keduanya digunakan secara tumpang tindih
dalam percakapan keseharian. Perasaan mengandung adanya suatu pengalaman
subjektif. Apa yang dirasakan satu orang dengan orang lain relatif sulit untuk
dibandingkan. Hanya diri sendirilah yang bisa mengalami perasaan yang muncul.
Sebagian ahli menyebutkan bahwa di dalam emosi terkandung perasaan. Ini
artinya, perasaan adalah komponen dari emosi. Perasaan diartikan sebagai
keadaan yang dirasakan sedang terjadi dalam diri seseorang
Menurut
seorang peneliti emosi dari Australian National University, yakni Anna
Wierzbicka, tidak semua budaya memiliki kata untuk emosi sebagaimana yang
dikonsepsikan dalam bahasa inggris sedangkan kata yang bermakna perasaan
(feeling) ada dalam semua bahasa. Menurutnya lagi, kata emosi lebih disukai
karena kesannya lebih objektif dan lebih ilmiah daripada kata perasaan. Oleh
sebab itu kata emosi jauh lebih luas digunakan dalam dunia ilmu pengetahuan.
Emosi bisa
dibedakan dalam nilai positif dan negatif. Diantara keduanya terdapat nilai
netral. Emosi netral adalah kategori emosi yang tidak jelas posisinya. Emosi
positif berperan dalam memicu munculnya kesejahteraan emosional (emotional
well-being) dan memfasilitasi dalam pengaturan emosi negatif. Jika emosi
seseorang positif, maka seseorang itu akan lebih mudah dalam mengatur emosi
negatif yang tiba-tiba datang. Emosi-emosi yang bernilai positif diantaranya
adalah sayang, suka, cinta, bahagia, gembira, senang, dan lainnya. Emosi
negatif menghasilkan permasalahan yang mengganggu individu maupun masyarakat.
Emosi-emosi yang bernilai negatif. Misalnya sedih, marah, cemas, tersinggung,
benci, jijik, muak, prasangka, takut, curiga dan sejenisnya.
Emosi adalah
keadaan internal yang memiliki manifestasi eksternal. Meskipun yang bisa
merasakan emosi hanyalah yang mengalaminya, namun orang lain kerap bisa
mengetahuinya karena emosi diekspresikan dalam berbagai bentuk. Emosi
diekspresikan dalam bentuk verbal maupun nonverbal. Ekspresi verbal misalnya
menulis dalam kata-kata, berbicara tentang emosi yang dialami, dan lainnya.
Ekspresi nonverbal misalnya perubahan ekspresi wajah, ekspresi vokal atau (nada
suara dan urutan pengucapan), perubahan fisiologis, gerak dan isyarat tubuh,
dan tindakan-tindakan emosional
Salah satu
anugerah Tuhan kepada manusia adalah kesadaran diri (self awareness). Hal ini
berarti manusia memiliki kekuatan untuk mengendalikan diri. Kesadaran diri
membuat sesorang dapat sepenuhnya sadar terhadap seluruh perasaan dan emosi
dirinya. Dengan senantiasa sadar akan keberadaan diri, seseroang dapat
mengendalikan emosi dan perasaannya.
Namun
seringkali manusia ”lupa” diri, sehingga lepas kendali atas emosi, perasaan dan
keberadaan dirinya. Oleh karena, itu agar dapat mengendalikan dan menguasai
diri, maka seseorang harus senantiasa membuka kesadaran dirinya melalui upaya
memasuki alam bawah sadar (frekuensi gelombang otak yang rendah) maupun
suprasadar melalui meditasi.
B. STALENESS
Staleness
diterjemahkan oleh Wojowasito, Poerwadaminta, dan Wasito (1982) sebagai 1)
apak, 2) basi, 3) busuk. Kiranya tidaklah layak menggunakan istilah kebusukan,
karena istilah ini berkonotasi negatif dan dapat diinterpretasikan keliru.
Demikian juga istilah basi terasa kurang tepat karena lebih terkait dengan
perihal makanan. Sementara itu dalam penjelasan berikutnya Wojowasito dan
kawan-kawan (1982) mencantumkan bahwa akibat kelebihan latihan, individu
menjadi apak. Ini secara langsung menyinggung masalah olahraga, jadi staleness
diterjemahkan sebagai keapakan.
Keapakan
adalah suatu kondisi yang menunjukkan status atlet dalam keadaan tidak mampu
mempertahankan kemampuan penampilan standarnya, dengan kata lain penampilannya
di bawah standar, sebagai akibat dari kelebihan latihan, dan untuk selanjitnya
atlet tidak akan lagi mampu untuk mencapai taraf kemampuan standarnya. Salah
satu cirri dampak psikologi yang dialami atlet yang mengalami keapakan adalah
depresi (Weinberg & Gould, 1995).
Kelebihan
latihan disebabkan oleh beberapa factor, yaitu :
a) Telalu
banyak stress dan tekanan
b) Terlalu
banyak berlatih dan latihan fisik
c) Kelelahan
fisik dan nyeri otot
d) Kebosanan
(boredom) akibat pengulangan kegiatan terus-menerus
e) Istirahat
yang tidak cukup dan pola tidur yang kurang layak
C.
RINGELMANN EFFECT
Pada Tahun
1984 Silva III dan Weinberg mengemukakan hasil penelitian psikolog yang
terkenal dengan Ringelmann yang
kemudian diteliti oleh Ingham dkk. Dalam studinya Ringelman meneliti kemampuan
menarik tambang individu-individu dalam kelompok.Kelompok yang terdiri dari 8
orang ternyata tidak menunjukkan kemampuan menarik 8 kali kemampuan individu
tapi hanya 4 kali kemampuan individu.Lebih rinci lagi kelompokyang terdiri dari
2 orang kemampuannya 93 % rata-rata kemampuan individu,kelompok yang terdiri
dari 3 orang kemampuannya 85 % rata-rata kemampuan individu,kelompok 8 orang 49
% kemampuan rata-rata individu.
Ingham dkk
kembali meneliti sampai 2 kali hasil dari Ringelman.Eksperimen I : kelompok 2 orang 91 % penampilan rata-rata
individu,kelompok 3 orang 82 % kemampuan rata-rata,kelompok 6 orang menunjukan
78 % kemampuan rata-rata individu.Dari hasil penelitian Ringelmann tersebut
Steiner mengajukan pandangan bahwa penurunan penampilan kelompok disebabkan
karena hilangnya koordinasi.Kemudian Ingham melakukan eksperimen ke II yaitu dengan menempatkan individu diruang tertutup
(gelap) dan diberi tahu bahwa mereka melakukan tugas berkelompok yang terdiri
dari satu sampai enam orang.Hasilnya menunjukkan untuk kelompok 3 orang
penampilannya 85 % dari kemampuan rata-rata individu.
Dari hasil
penelitian yang dilakukan “Ringelmann” terbukti terjadi penurunan penampilan
rata-rata individu apabila terjadi peningkatan jumlah anggota kelompok dan ini
disebut “Ringelmann effect”. Menurut latane dkk gejala tersebut terjadi karena hilangnya motivasi dan berbaurnya rasa tanggung jawab.
Ringelmann
effect atau dampak ringelmann kiranya terjadi pada semua bentuk kelompok dalam
olahraga karena interaksi dalam kelompok-kelompok olahraga atau tim tidak sama.
Contoh tim panahan tidaklah sama proses interaksinya dengan regu estafet dalam
renang atau atletik dan berbeda pula dengan interaksi yang terjadi dalam tim
sepak bola atau basket.
Penampilan
dan prestasi atlit berkaitan dengan motivasi atlit, khususnya motivasi untuk
berprestasi atau motivasi ketergabungan anggota dalam ikatan tim (berafiliasi).
Contoh pada permainan ganda bulutangkis dapat saja terjadi pemain A kalah lawan
X pada permainan tunggal pemain B kalah lawan Y pada permainan tunggal tapi
pasangan AB dapat menang lawan pasangan XY pada permainan ganda. Disamping
segi-segi ketrampilan teknis, aspek psikologis seperti rasa tanggung jawab dan
kerja sama juga ikut menentukan. Ini tidak akan terlepas dari interaksi yang
terjadi antara pemain yang berpasangan tersebut. Interaksi interpersonal akan
sangat besar pengaruhnya terhadap penampilan dan prestasi pemain ganda dalam
bulutangkis misalnya saling pengertian dan tidak saling menyalahkan serta tidak
ingin menguasai dan menonjolkan diri. Dampak ringelmann dalam hal ini tidak
jelas berlaku.
Dari beberapa
contoh di atas jelas bahwa dampak Ringelmann atau “Ringelmann effect” tidak
selalu relevan untuk menganalisis gejala merosotnya prestasi kelompok atau tim
dalam olahraga. Tugas-tugas dan tantangan yang dihadapi suatu tim kemungkinan
dihadapi ang
gota-anggota
tim dengan menurunnya rasa tanggung jawab, kurang gairah karena kemampuan
individual kurang menonjol, menimbulkan kecemasan karena rasa takut akan kalah,
dsb-nya; tetapi sebaliknya dapat juga menimbulkan rasa kebersamaan untuk
membela nama baik tim, lebih meningkatkan motivasi untuk berprestasi karena
tiap-tiap anggota tim tidak ingin menjadi penyebab kurang berhasilnya
penampilan tim, dsb-nya.
BAB 3
PENUTUP
A.Kesimpulan
Dari uraian makalah yang telah
diselesaikan itu dapat diketahui bahwa dalam olahraga, terdapat pula
gejala-gejala yang dapat mengganggu diri kita sendiri yang mana dia berasal
dari diri kita sendiri. Seperti gejala emosi yang mana sangat susah untuk kita
kendalikan apabila dia sudah berada di puncak atas. Begitu pula dengan gejala
lainnya, mereka saling terkait satu sama lainnya sehinnga tidak bisa dipisahkan
dari individu-individu tertentu.
B. Saran
Untuk kelengkapan makalah ini
kami kelompok lima sangat membutuhkan saran atau kritikan dari dosen pembimbing
dan teman-teman semua untuk mencapai sesuatu yang belum kita ketahui atau
pahami. Atas saran dan kritikan dari dosen pembimbing dan teman semua kami
ucapkan terima kasih.
DAFTAR PUSTAKA
Buku Psikologi Olahraga oleh
Drs. Syahrastani, M.Kes
Buku Psikologi Olahraga
oleh PROF.DR.Sudibyo Setyobroto
Buku Psikologi Olahraga
oleh Monty P. Satiadarman
Tidak ada komentar:
Posting Komentar