PEDAGOGI
OLAHRAGA 1
ABSRAK
Pedagogi Olahraga (sport
pedagogy) adalah sebuah disiplin ilmu keolahragaan yang berpotensi untuk
mengintegrasikan subdisiplin ilmu keolahragaan lainnya untuk melandasi semua
praktik dalam bidang keolahragaan yang mengandun maksud dan tujuan untuk
mendidik.
Kajian ruang lingkup sport pedagogy istilah lazimnya dan
disepakati di tingkat internasional memang tidak lepas dari pemahaman kita
terhadap eksistensi ilmu keolahragaan (sport science). Dari perspektif sejarah,
di Indonesia status dan pengakuan terhadap ilmu keolahragaan masih tergolong
masih muda baik ditinjau dari tradisi dan paradiqma penelitian maupun produk
riset yang dapat diandalkan untuk melandasi tataran praktis.
Selanjutnya diuraikan tentang pedagogi olahraga dari aspek
perkembangannya, tetapi risalah ini lebih diarahkan pada pengenalan batang
tubuh pedagogi olahraga itu sendiri yang dipahami sebagai medan penelitian,
sekaligus pengembangan ilmu yang melandasi semua upaya yang mengandung intensi
yang bersifat mendidik. Itulah sebabnya, pedagogi olahraga memiliki peluang
pengembangan dan penerapannya, tidak hanya dalam lingkup penyelenggaraan Penjas
dan OR di sekolah atau lembaga formal, tetapi juga diluar persekolahan seperti
perkumpulan olahraga, terutama klub-klub pembinaan olahraga usia dini.
Kukuhnya landasan ilmiah
bagi landasan bagi segenap upaya kependidikan dalam olahraga menuntun kearah
efisiensi proses dan efektivitas pencapaian tujuan yang diharapkan. Hanya
dengan landasan ilmiah yang kukuh baru akan terjamin prinsip akuntabilitas
dalam pendidikan jasmani dan olahraga, dan atas dasar itu pula para pendidik di
bidang olahraga dapat mempertanggungjawabkan upaya pembinaannya secara terbuka
kemasyarakat.
Perspektif Sejarah.
Kerangkan ilmu keolahragaan itu sendiri di Indonesia, secara gamblang, mulai dikenal sejak thn 1975 tatkala adanya lokakarya internasional sport science. Hasilnya berdampak kuat terhadap pengembangan STO di Indonesia meskipun kala itu muatannya sesak dengan pengetahuan tentang isi (content knowledge). Beberapa sub disiplin ilmu keolahragaan (misalnya biomekanik, filsafat olahraga, fisiologi olahraga, dalam nuansa sendiri-sendiri) mulai dikembangkan yang didukung oleh ilmu-ilmu pengantar lainnya dalam pendidikan. (misalnya psikologi pertumbuhan dan perkembangan) dan ilmu social lainnya (misalnya sosiologi dan anthropology) yang dipandang perlu dikuasai oleh para calon guru, pelatih dan Pembina olahraga.
Kerangkan ilmu keolahragaan itu sendiri di Indonesia, secara gamblang, mulai dikenal sejak thn 1975 tatkala adanya lokakarya internasional sport science. Hasilnya berdampak kuat terhadap pengembangan STO di Indonesia meskipun kala itu muatannya sesak dengan pengetahuan tentang isi (content knowledge). Beberapa sub disiplin ilmu keolahragaan (misalnya biomekanik, filsafat olahraga, fisiologi olahraga, dalam nuansa sendiri-sendiri) mulai dikembangkan yang didukung oleh ilmu-ilmu pengantar lainnya dalam pendidikan. (misalnya psikologi pertumbuhan dan perkembangan) dan ilmu social lainnya (misalnya sosiologi dan anthropology) yang dipandang perlu dikuasai oleh para calon guru, pelatih dan Pembina olahraga.
Struktur Ilmu Keolahragaan
Kerangka dasar ilmu keolahragaan yang disusun berdasarkan kemajuan yang dianggap cukup mapan, seperti yang dipaparkan Prof. Haag di Jerman sejak th 1979, sangat membantu kita untuk menelaah kedudukan sport pedagogy, sebagai salah satu diantaranya, sebagai isi dari ilmu keolahragaan.
Ada 7 (tujuh) bidang
teori yang mendukung, yakni (1) sport medicine, (2) sport beomechanic, (3)
sport psychology, (4) sport sociology, (5) sport pedagogy, (6) sport history
dan (7) sport philosophy. Masing-masing
bidang memiliki medan penelitian yang spesifik pula. Urutan ketujuh bidang teori
tersebut dipaparkan dalam pengelompokkan yang dianggap logis. Sport medicine
dan sport biomechanic olahraga termasuk kedalam kelompok ilmu pengetahuan alam,
sementara sport psychology, sport sosiology dan sport pedagogy tergolong
kedalam rumpun ilmu pengetahuan sosial dan behavioral. Sport
history dan sport philosophy termasuk kedalam kelompok hermeneutical-normative
science. Paparan tersebut juga menunjukkan bahwa “ibu” ilmu pengetahuan yang
menjadi landasan pengembangan ilmu keolahragaan ialah medicine, biology/fisika,
psikologi, sosiologi, sejarah dan filsafat.
Sementara itu juga telah
dikelompokkan bidang teori yang lebih spesifik yang menjadi jati diri ilmu
keolahragaan, bertitik tolak dari wilayah spesifik yang meliputi faktor : (1)
gerak (movement), (2) bermain ( play ) (3) pelatihan (training) dan (4)
pengajaran dalam (5) olahraga (sport instruction) . dari kelima wilayah
spesifik ini lahirlah 5 (lima) dimensi dari perspektif ilmu dan teori yakni
movement science dan movement theory ; play science dan play theory ; training
science dan training theory ; dan instruction science of sport dan instruction
theory of sport.
Dengan demikian semakin jelas gambaran tentang taksonomi ilmu keolahragaan yang dibangun berdasarkan sejumlah bidang teori. Kecenderungan ini menunjukkan perkembangan ilmu keolahragaan ke arah spesialisasi dan pragmentasi.
Dengan demikian semakin jelas gambaran tentang taksonomi ilmu keolahragaan yang dibangun berdasarkan sejumlah bidang teori. Kecenderungan ini menunjukkan perkembangan ilmu keolahragaan ke arah spesialisasi dan pragmentasi.
Landasan Filosofis Pedagogy Olahraga
Pandangan dualisme Decartes yang memahami dikhotomi jiwa dan
badan berpengaruh terhadap profesi di bidang keolahragaan, yakni raga dipandang
semata-mata sebagai sebuah objek, yang diungkapkan dalam perumpamaan yang lazim
dikenal ” the body instrument” ” the body-machine” atau ” the body-computer”.
Sebagai akibatnya maka sedemikian menonjol pandangan yang mengutamakan aspek
raga sehingga fisiologi dan anatomi menduduki posisi yang amat kuat dalam
penyiapan tenaga guru pendidikan jasmani, dan pendidikan jasmani dipahami
sebagai sebuah subjek yang penting bagi pembinaan fisik yang dipandang sebagai
mesin.
Selanjutnya, konsep yang dikembangkan Maurice Merleau-Ponty tentang ” the body-subjek “ dapat dipandang sebagai sebuah perubahan radikal pemikiran dualisme Cartesian. Inti dari pemikiran Ponty ialah bahwa manusia itu sendirilah yang secara sadar menggerakkan dirinya sehingga tubuh atau raga aktif sedemikian rupa untuk kontak dengan dunia sekitarnya. Idea tentang the body subject mengaskan kesatuan antara jiwa dan badan.
Pendidikan jasmani dan Pedagogi Olahraga.
Meskipun rumusan lingkup unsur pedagogi olahraga (sport pedagogi) beragam pada berbagai negara, karena terkait dengan perbedaan budaya, akar sejarah, dan standar metodologi, namun pada tingkat internasional, terdapat persamaan pemahaman yaitu pendidikan jasmani dipahami sebagai sebuah bidang studi (mata pelajaran) di sekolah, dan pedagogi olahraga dipandag sebagai sebuah subdisiplin ilmu dalam kerangka ilmu keolahragaan.
Selanjutnya, konsep yang dikembangkan Maurice Merleau-Ponty tentang ” the body-subjek “ dapat dipandang sebagai sebuah perubahan radikal pemikiran dualisme Cartesian. Inti dari pemikiran Ponty ialah bahwa manusia itu sendirilah yang secara sadar menggerakkan dirinya sehingga tubuh atau raga aktif sedemikian rupa untuk kontak dengan dunia sekitarnya. Idea tentang the body subject mengaskan kesatuan antara jiwa dan badan.
Pendidikan jasmani dan Pedagogi Olahraga.
Meskipun rumusan lingkup unsur pedagogi olahraga (sport pedagogi) beragam pada berbagai negara, karena terkait dengan perbedaan budaya, akar sejarah, dan standar metodologi, namun pada tingkat internasional, terdapat persamaan pemahaman yaitu pendidikan jasmani dipahami sebagai sebuah bidang studi (mata pelajaran) di sekolah, dan pedagogi olahraga dipandag sebagai sebuah subdisiplin ilmu dalam kerangka ilmu keolahragaan.
Seperti dikemukakan oleh
para ahli lainnya (Pierson, Cheffers, dan Barette 1994; dalam Naul, 1994)
pedagogi olahraga merupakan sebuah disiplin yang terpadu dalam struktur ilmu
keolahragaan. Paradiqma ini telah diadopsi di Indonesia dalam pengembangan
pedagogi olahraga di FIK/FPOK/JPOK dengan kedudukan bahwa pedagogi olahraga
dianggap sebagai ”induk” yang berpotensi untuk memadukan konsep / teori terkait
dan relevan dari beberapa subdisiplin ilmu keolahragaan lainnya terutama dalam
konteks pembinaan dalam arti luas dan paradiqma interdisiplin (Matveyev, dalam
Rusli lutan, 1988). Pandangan ini tak berbeda dengan tradisi di Jerman yang
menempatkan pedagogi olahraga dalam kedudukan sentral dan struktural ilmu
keolahragaan (Wasmund, 1973).
Dalam model yang
dikembangkan di Universitas Olahraga Moskow, pedagogi olahraga ditempatkan
sebagai ”pusat” yang berpotensi untuk memadukan beberapa subdisiplin ilmu dalam
taksonomi ilmu keolahragaan, sementara para ahli meletakkan sport medicine yang
mencakup aspek keselamatan (safety) dan kesehatan sebagai landasan bagi
pedagogi olahraga (Rusli Lutan, 1988; dalam laporan hasil The Second
Asia-pasicic Congress Of Sport and Physical Education University President).
Widmer (1972) menjelaskan
objek formal pedagogy olahraga yaitu ”fenomena olahraga fenomena pendidikan,
tatkala manusia dirangsang agar mampu berolahraga.
Bagi Grupe & Kruger
(1994), pedagogy olahraga mencakup 2 (dua) hal utama : (1) tindakan pendidikan
praktis dalam bermain dan olahraga, dan karena itu ada landasan teoritis bagi
kegiatan olahraga yang mengandung maksud mendidik tersebut, (2) praktik yang
dimaksud berbeda dengan praktik dan konsep lama dalam pendidikan jasmani yang
mengutamakan latihan gaya meliter dan drill di beberapa negara, khususnya di
Jerman; praktik baru itu disertai konsep teoritis pendidikan jasmani, kontrol
terhadap badan, disiplin, yang menyatu dengan gerak fisik, ability, dan
keterampilan di bawah pengendalian jiwa dan kemauan.
Di Indonesia, baik dalam
pengertian paradiqma pengembangan keilmuannya, maupun substansinya, pedagogi olahraga
ini baru merupakan sebuah ”embrio” dalam taksonomi ilmu keolahragaan dalam
international Workshop on Sport Science. 1975 di bandung yang diikuti pimpinan
dan dosen dari STO se-Indonesia dengan nara sumber ahli dari jerman Barat
(Prof. Haag, Prof. Nowacki, Dr. Jansen dan Bodo Schmidt). Indonesia tenggelam
dalam pencarian struktur ilmu keolahragaan, asyik dengan tema-tema diskusi
olahraga kompetitif, disekitar feri-feri ilmu kepelatihan dan sport medicine.
Sejak tahun 1980-an perubahan memang banyak terjadi di tingkat international, terutama di AS utara, yaitu para ilmuan bidang keolahragaan, mulai memperkenalkan ”sport Pedagogy” dengan alasan yang berbeda, dan mereka mulai menengok ke perspektif sejarah sistem pendidikan jasmani dan kurikulum penididikan jasmani mereka sendiri. (Siedentop, 1990). Di antara alasan yang dikemukakan Siedentop ialah dampak krisis ekonomi yang menyebabkan penyerapan lulusan program pendidikan yang amat rendah dipasar kerja (disekolah) sehingga melalui pengembangan pedagogi olahraga akan terbuka spektrum layanan jasa profesional di luar sekolah dan menyerap tenaga kerja.
Sejak tahun 1980-an perubahan memang banyak terjadi di tingkat international, terutama di AS utara, yaitu para ilmuan bidang keolahragaan, mulai memperkenalkan ”sport Pedagogy” dengan alasan yang berbeda, dan mereka mulai menengok ke perspektif sejarah sistem pendidikan jasmani dan kurikulum penididikan jasmani mereka sendiri. (Siedentop, 1990). Di antara alasan yang dikemukakan Siedentop ialah dampak krisis ekonomi yang menyebabkan penyerapan lulusan program pendidikan yang amat rendah dipasar kerja (disekolah) sehingga melalui pengembangan pedagogi olahraga akan terbuka spektrum layanan jasa profesional di luar sekolah dan menyerap tenaga kerja.
Pedagogi olahraga
bukanlah merupakan perluasan istilah pendidikan jasmani. Perkembangan pedagogi
olahraga dalam paradiqma interdisiplin-integratif didorong oleh kebutuhan
secara akademik, yakni dari aspek metodologi, sebab pendekatan hermenetik dalam
pendidikan jasmani sudah tidak lagi memadai untuk mampu mengembangkan segi
keilmuannya. Banyak ilmuan Internssional sepaham bahwa istilah pedagogi
olahraga berasal dari jerman, tatkala latar belakang filsafat / hermenetik dari
”teori pendidikan jasmani” mengalami kemunduran pada akhir tahun 1960-an,
sehingga diganti dengan istilah pedagogi olahraga (Grupe, 1969; dalam Naul,
1994).
Namun informasi lainnya
(misalnya Naul, 1994) menyebutkan bahwa istilah pedagogi olahraga itu tidak
saja sepenuhnya berasal dari jerman yang muncul pada tahun 1960-an, karena
Pierre de Coubertin menulis buku Pedagogi Sportive pada tahun 1922. Gerakan
Olimpiade sejak tahun 1898 hingga perang dunia I, seperti juga buah pikiran
yang tertuang dalam beberapa naskah dan artikel yang ditulis de Courbertin
(Perancis), Gebbardt dan Diem (Jerman), dan Kemeny serta Guth-Jarkowsky
(Austria-Honggaria) sempat diabaikan oleh para pedagogi olahraga. Tulosan
mereka tentang pendidikan olahraga menonjolkan pengembangan moral, kemauan
untuk berolahraga, dan semangat olimpiade, dan pokok pikiran itu sungguh sangat
relevan dengan konsep dalam pdagogi olahraga. Para tokoh peletak dasar pedagogi
olahraga ini berpikiran sama dengan para pendidik lainnya tentang hakikat dan
gerakan pengembangan ” body and mind ” di Amerika Serikat dan Jerman.
Di berbagai negara,
pendidikan jasmani dibentuk kembali setelah tahun 1900, khususnya tahun 1920-an
. Perkembangan ini didukung kuat oleh Dokter olahraga yang dikenal di tingkat
Internasional yaitu Sargent (1906) di AS, dan Schmidt (1912) di Jerman. Kedua
tokoh ini menganjurkan tipe latihan senam dan metode pengajaran yang tekanannya
pada pembentukan (forming) fisik. Metode alamiah menjadi populer di Denmark dan
Swedia yang dipromosi oleh Torngren (1914), Knudsen (1915) dan Bukh (1923)
Lingkup Batang Tubuh Pedagogi Olahraga.
Beberapa definisi tentang pedagogi olahraga, seperti dikembangkan di Erofa lebih menunjuk kepada segenap upaya yang mengandung maksud dan tujuan untuk yang bersifat mendidik, meskipun ada kecenderungan kearah penyempitan makna semata-mata menelaah proses pengajaran belaka, seperti yang dikatakan ”sport pedagogy deal with teaching and learning of all age group ….target group are individual with low level of performance,” atau ”sport pedagogy is constituted in the actors and actions of teaching and learning porpuseful human movement”. Dalam ungkapan yang lebih umum dan luas disebutkan bahwa pedagogi olahraga adalah “ the science …which is concerned with the relationship between sport and education (misalnya dalam tulisan Grupe & Kurz).
Lingkup Batang Tubuh Pedagogi Olahraga.
Beberapa definisi tentang pedagogi olahraga, seperti dikembangkan di Erofa lebih menunjuk kepada segenap upaya yang mengandung maksud dan tujuan untuk yang bersifat mendidik, meskipun ada kecenderungan kearah penyempitan makna semata-mata menelaah proses pengajaran belaka, seperti yang dikatakan ”sport pedagogy deal with teaching and learning of all age group ….target group are individual with low level of performance,” atau ”sport pedagogy is constituted in the actors and actions of teaching and learning porpuseful human movement”. Dalam ungkapan yang lebih umum dan luas disebutkan bahwa pedagogi olahraga adalah “ the science …which is concerned with the relationship between sport and education (misalnya dalam tulisan Grupe & Kurz).
Definisi ini sangat
banyak mebantu kita untuk memahami bahwa lingkup pedagogi olahraga banyak
berurusan dengan segenap upaya yang bersifat mendidik yang sarat dengan misi
dalam rangka proses pembudayaan, khususnya transformasi nilai-nilai inti, yang
memang, jika disimak secar cermat, bahwa olahraga itu sanat kaya dengan potensi
dan kesempatan dalam pembekalan kecakapan hidup.
Tidak dipungkiri bahwa
seluruh lakon gerak insani yang sadar dan bertujuan dalam konteks olahraga itu
melibatkan sebuah mekanisme kerja system persyarafan dalam sebuah koordinasi
yang luar biasa cepatnya, mekanisme persepsi dan aksi yang sinkron dibuahkan
dalam bentuk pembuatan keputusan yang cepat, pemecahan masalah yang jitu selain
kreativitas, seperti tampak dalam peragaan para atlit tinggi (misalnya tampak
dalam peragaan professional bola basket dan sepakbola). Unsur estetika melekat
kuat di dalamnya dalam wujud irama tampilan yang anggun dan selaras untuk
berekpresi (lihat misalnya dalam tampilan atlit figure skating). Pengembangan
potensi sekaligus pembentukan jelas-jelas terjadi melalui semua adegan yang
bersifat mendidik, dan dalam kaitan itu pula mengklaim bahwa pendidikan jasmani
dan olahraga berorientasi pada pencapaian tujuan pendidikan yang bersifat
menyeluruh sangat dapat dipertanggung jawabkan.
Bahwa proses ajar
merupakan bagian dan keterjadian pendidikan jasmani dan olahraga harus diakui,
dan perubahan laku dimaksud memang terjadi melalui proses itu. Itulah sebabnya
pada tataran praktis disyaratkan bahwa harus selalu terjadi proses transaksi
antara guru dan murid, yang berimplikasi pada pertanyaan, yakni apa
sesungguhnya substansi yang disampaikan oleh guru kepada murid, dan karena itu
PENGETAHUAN apa yang terkandung dalam substansi yang disampaikan untuk mencapai
tujuan pendidikan yang diharapkan. Kretik keras dari masyarakat dan orang tua
siswa terhadap profesi pendidikan jasmani dan olahraga ialah bahwa hanya
sedikit terjadi dan bahkan ada tuduhan sama sekali tidak berlangsung proses
ajar.
Kompleksitas yang terjadi
benar-benar pada tataran praktis, bukan teoritis yang berakibat fatal bagi
tuunnya wibawa para pemangku profesi itu. Sungguh tidak terelakkan bahwa
kesenjengan antara harapan dan kenyataan (das sollen or de sain) memang telah
terjadi dalam pencapaian tujuan pendidikan jasmani dan olahraga yang terkait
dengan kelemahan dalam hal kejelasan landasan keilmannya dan keterhubungan
antara aspek teoritis dan praktis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar